Jakarta –
Hari ini memang masih jauh Untuk hari kelahiran Ki Hadjar Dewantara, Raden Mas Soewardi Soerjaningrat, 2 Mei 1889. Ki Hadjar Dewantara membawa trilogi Belajar, Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, dan Tut Wuri Handayani. Trilogi Sebagai guru. Akan Tetapi, begawan manajemen, Tanri Abeng, sebuan Jakob Oetama, pendiri Kompas, kepada Tanri, Untuk Manajemen sebagai Profesi (2024) menegaskan bahwa itu adalah trilogi kepemimpinan Sebagai setiap organisasi. To Lead, To Inspire, To Motivate. Relevan Justru Hingga setiap kepemimpinan Hingga berbagai tempat dan jaman. Tanpa kecuali. Masalahnya, hari-hari belakangan ini, entah hendak dikatakan “gelap” atau “tidak gelap” (atau “terang”), rasanya ketiga prinsip itu mulai banyak kita khianati.
Ing Ngarso
Ing Ngarsa Sung Tuladha, lebih Untuk memberi contoh, tetapi menjadi contoh. Sebagai memberi contoh, mudah Untuk seorang pemimpin, seperti insinyur memberi contoh kepada tukang. Hanya beberapa Pada, semacam tutorial, Berikutnya tukang mengerjakan. Insunyur hanya melihat dan mengoreksi jika salah. Tetapi menjadi contoh, berarti ia harus hadir bukan saja sebagai orang baik, Akan Tetapi sebagai kebaikan, sepanjang waktu, bukan Hingga suatu waktu saja.
Hari-hari terakhir ini, kita melihat sejumlah pemimpin Indonesia Memberi contoh bagaimana menjadi pemimpin. Tentang kejujuran, kesetiaan, kesungguhan. Akan Tetapi, tidak lama Setelahnya itu yang bersangkutan ditangkap Kejaksaan Agung ataupun Komisi Pemberantasan Kejahatan Keuangan Sebab terbukti melakukan rasuah, Untuk jumlah besar lagi. Ia membuat narasi-narasi digital tentang kesetiaan suami kepada istri, Akan Tetapi Lalu terungkap Di basah, bahwa ia ternyata gemar madon, salah satu Untuk moh-limo, ajaran Sunan Ampel, yang diajarkan Sebagai memperbaiki moral Kelompok Pada itu, yang ternyata relevan sampai hari ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Adalah Moh Madhat, tidak berkecanduan, baik literal, napza, maupun simbolikal. Moh Madon, tidak melacur, berzina. Moh Main, tidak berjudi, apalagi Di mempertaruhkan sesuatu yang berharga, termasuk yang berharga Untuk bangsanya. Moh Minum, tidak meminum segala sesuatu memabukkan, lagi-lagi, secara literal dan simbolikal. Moh Maling, tidak Membahas Produk Internasional yang bukan haknya.
Lebih Untuk itu, ia bertanggung-jawab atas semua Prestasi, dan juga seluruh kegagalan. Tugas senantiasa dapat dan perlu didelegasikan, tetapi tidak Di tanggung-jawab. Kegagalan anak buah selalu Dikatakan sebagai kegagalan anak buah, tidak ada hubungannya Di pimpinan, apalagi pimpinan tertinggi. Termasuk kegagalan yang berakibat hilangnya nyawa rakyat, entah seorang, entar ratusan orang. Yang terjadi adalah, Kegagalan anak buah adalah Kegagalan anak buah. Kalau perlu, Kegagalan pimpinan pun adalah Kegagalan anak buah. Hukuman hanya berlaku Untuk anak buah. Itulah sebabnya, Peter Drucker, Untuk Leader of the Future (1996) menyampaikan pertanyaan retoris: mengapa tidak banyak pemimpin yang baik Hingga Bangsa ini (Amerika), Sebab terlalu sedikit Jenderal yang mati. Terlalu sedikit Jenderal yang bersedia bertanggungjawab atas Kegagalan prajuritnya. Tahun 1992, saya diajari Hartarto Sastrosunoto, Pembantu Ri Perindustrian, ayah Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, “Kegagalan anak buah adalah Sebab perintah atau komando yang tidak dimengerti anak buahnya. Kegagalan ada Hingga pimpinannya. Selalu”.
Ing Madya
Ing Madya Mangun Karsa lebih Untuk sekedar Hingga Di membangun semangat. Akan Tetapi, Hingga Di menjadi Pada Untuk Skuat kerja. Para pemimpin amatiran sama saja Di pemilik usaha yang biasanya hanya menyuruh bawahannya bekerja, Lalu ditinggal pergi. Ketika ia kembali, pekerjaan salah, ia memarahi anak buah, dan serta merta memecatnya.
Dua puluh tahun yang lalu, saya bertemu Di pegawai Hingga kawasan Indonesia Di Hingga kantornya, mencari pimpinannya, Bupati. “Ooo, Bapak hari-hari ada Hingga Jakarta. Hingga Hotel Anu”. Berbulan-bulan ia, sebagai Bupati, menugaskan dirinya Sebagai Hingga Jakarta. Hotelnya hotel terbaik Hingga Indonesia. Sama, Hingga sebuah pulau besar Hingga Indonesia Timur, saya Merasakan nasihat Untuk aparat Pemda, Sebagai mencari Bupatinya Hingga Makassar atau Manado, Justru Surabaya atau Jakarta.
Dari Sebab Itu, rupaya menjadi pemimpin Hingga negeri ini sangat mudah. Mendominasi Pencoblosan Suara Nasional, Lalu menjadi penyuruh. Sebab itu, Ke sebuah ceramah Hingga Lemhannas, kita beri nama mereka “Pemimpin Penyu”. Pekerjaannya hanya menuruh-nyuruh saja. Termasuk Di mengundang konsultan paling top Sebagai membuat Key Performance Indicators (KPI, atau juga Indikator Kinerja Utama, IKU), Lalu diberikan anak buahnya, suruh bekerja, kalau berhasil diberi hadiah, kalau gagal dihukum.
Mungkin Saja juga Sebab kita tidak tahu menjadi pemimpin Hingga era digital dan AI. Sebab sistem ini sangat memungkinkan Untuk pemimpin Sebagai menggerakkan organisasi seperti menjalankan mesin, tinggal on dan off saja. Akan Tetapi, bukankah ini hanya mensahkan keberadaan kita menjadi pemimpin mandor, pandainya Memberi target-target, Lalu kalau anak buah gagal, “gantung”. Ada kartun, gambarnya hewan Lagi main Jaringan. Tertulis kalimat, in Jaringan, no one know that we are not a person”. Jika hendak melihat kartunnya, silakan Hingga https://clasebcn.com/tips/on-the-Jaringan-nobody-knows-youre-a-dog/.
Pemimpin acapkali enggan mengatakan Ke dirinya sendiri: saya ini Pada Untuk Skuat, lho. Bukan sekedar penyuruh. Bukan sekedar Pemimpin Penyu” Sebab menyuruh-nyuruh, tetapi Penyu Sebab perilakunya seperti hewan tersebut. Kalau ada masalah, kepalanya dimasukkan cangkang, selamat, Sambil anak buahnya remuk-redam.
Menjadi pemimpin yang ing madyo, sungguh tidak mudah. Sebab ia harus benar-benar pandai. Ia harus menginspirasi anak buahnya. Bukan Sebagai Gantinya, apalagi mematikan inspirasi anak buahnya dan menjadi hadir sebagai hantu, Justru monster, Sebab metodenya adalah leading by fear. Manejemennya pun managing by fear. Mungkin Saja saja, penuh senyum, Akan Tetapi ekosistem yang terbentuk adalah ketakutan, kengerian. Entah karea target entah Sebab yang lain, yang tidak dapat dibahas Hingga forum publik.
Tut Wuri
Tut Wuri Handayani bukan sekedar Hingga Di memberi dorongan atau memotivasi, Akan Tetapi menjadi bantalan ketika organisasi menghempas tanah. Ia memastikan semua orang engage. Termasuk Di memastikan setiap Prestasi adalah Prestasi semua orang. Bahwa pemimpin tidak, dan tidak pernah, mengklaim seluruh Prestasi. Kegagalan, milik anak buah.
Saya menemukan banyak pemimpin pemerintahan yang membuat birokrasinya membusungkan dada dan mengatakan “Ini Sebab saya”, Sebab Menterinya mengatakan dan membuktikan bahwa “Ini Sebab kalian semua”. Hingga Kementerian Pariwisat tahun 2014 – 2019, misalnya. Tut wuri handayani adalah tentang pemimpin yang bersedia Hingga Di, dan bukan Sebagai mencari-cari Kegagalan anak buah, tetapi Sebagai membisikkan kata “aku ada Hingga sini, bersamamu.” Jika ada pemangsa Hingga Di, ia menjadi penghalaunya.
Pemimpin yang Dikatakan baik belakangan ini adalah pemimpin yang engage Di komunitas media sosial, Di berbagai Inisiatif konten medsosnya, yang membuatnya Didekat Di “rakyat medsos”, Akan Tetapi jauh Untuk “rakyat organisasi”nya. Sebab setiap proses “medsos-sisasi” ternyata merepotkan banyak orang Hingga organisinya. Malangnya, Sebagai rakyat negeri medsos, itulah yang paling benar. Malangnya, itu menjadi candu Untuk sejumlah pemimpin, dan itu pun tidak salah, Sebab dinasihatkan para trustee Untuk para pemimpin tersebut. Bahwa, pemerintah hadir paling mudah dan efektif (Hingga negeri Hingga mana 7 jam dan 42 menit setiap hari Sebagai berselancar Hingga Jaringan dan menghabiskan waktu Disekitar 3 jam dan 18 menit setiap hari Sebagai menggunakan medsos) adalah Di menjadi content creator Hingga medsos. Seperti ayam pelung Untuk Madura, yang konon kalau berkokok harus panjang, agar pemiliknya tahu kalau ia masih hidup dan sehat, agar tidak dipotong dan Dari Sebab Itu sate ayam madura. Mungkin Saja, kalau ada pejabat Tim Pembantu Ri yang tidak bermedsos, Dikatakan “tidak hidup” dan/atau “tidak sehat”, dan sah Sebagai Hingga-reshuffle.
‘Pengkhianatan’
Yakin, tidak ada satu pun pemimpin nasional, Hingga pusat maupun Hingga Area, yang tidak kenal Di ajaran penting dan bernilai tinggi Untuk K Hajar: Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, dan Tut Wuri Handayani, termasuk definisinya. Pasti telah didapatkan Pada sekolah Hingga SD, SMP, SMA, hingga penataran Pancasila Hingga masa lalu, Sekolah Komando, Sekolah Kepemimpinan, Justru Lemhannas. Tidak ada yang tidak setuju. Akan Tetapi satu hal yang menjadi masalah: mengapa tidak sedikit yang mengkhianati Ki Hajar?
Ada tiga jawaban. Pertama, mereka tidak mengerti kapan masing-masing Untuk ketiganya harus diterapkan. Ke Pada harus Ing Ngarsa, si Pemimpin memilih Ing Madyo, Justru sekedar Tut Wuri. Ke Pada harus Ing Madya, malah Tut Wuri. Justru, Ke Pada harusnya Tut Wuri, terus saja Ing Madya. Pemimpin punya diskresi Sebagai berada Hingga mana saja, Akan Tetapi ia harus tahu kapan Sebagai Hingga mana. Tanpa itu, yang ada hanya “dis-crazy”, kegilaan belaka. Ini berarti, pemimpin Untuk Situasi kebodohan. Ini yan harus segera diakhiri, Sebab ada kata bijak Albert Einstein: kecerdasan itu ada batasnya, kebodohan tak kenal batas.
Kedua, mereka memang memilih seperti itu. Memilih Sebagai tahu tentang pelajaran bernilai Ki Hajar, tapi menolaknya. Alasan terkuat: berat! Mereka memilih cara pragmatis. What works. Tidak peduli itu profesional atau amatiran; bermoral atau tidak. Yang penting, target dicapai, dan dapat hadiah, terus Dari Sebab Itu Pembantu Ri, atau Mungkin Saja ada tunjangan kinerja. Apalagi, ada sejumlah pimpinan puncak, tidak mementingkan ajaran kepemimpinan yang mulia, bernilai, dan efektif, seperti ajaran Ki Hajar. Yang penting, Hajar!
Ketiga, ekosistem kepemimpinan nasional dan Internasional menampakkan kecenderungan tersebut. Akan Tetapi, alih-alih Melakukanlangkah-Langkah menjaga integritas keindonesiaan kita, justru tidak sedikit memanfaatkan. Dan, the first true beneficiary-nya adalah si pemimpin itu sendiri. Pepatah vox populi, vox dei, berubah secara efektif menjadi f..ck populi, f..ck dei.
Agenda
Ke Oktober 2024, menggunakan kuesioner Untuk kurun waktu 26 September sampai Di 3 Oktober 2024, Lingkaran Survei Indonesia (LSI) menyampaikan bhwa kepercayaan Pada lembaga pemerintah Hingga atas 80 persen. Ke April 2025, LSI, Melewati survey Ke 22-26 Maret 2025 Di melibatkan 1.214 responden berusia Hingga atas 17 tahun , Di metode double sampling, pengambilan sampel secara acak Untuk kumpulan data hasil survei tatap muka LSI yang pernah dilakukan Sebelumnya, menyampaikan tingkat kepercayaan Kelompok Pada Ri Prabowo adalah 88 persen.
Apa yang didapat, sangat membanggakan. Akan Tetapi demikian, bukan berarti badai yang mengguncang kepercayaan tersebut tidak Berencana pernah datang, Justru tidak datang Di segera. Perkara Hukum Hukum “Kejuaraan Kejahatan Keuangan”, mulai Pertamina hingga Timah, yang mencapai kerugian Rp 1.613,37 trilyun, yang tidak tahu bagaimana diselesaikan. Perkara Hukum Hukum pimpinan Komisi Pemilihan Umum dan KPK, dan Justru jaksa yang tak berhenti muncul kembali. Belum lag Perkara Hukum Hukum hakim yang mengadili Dugaan Pelaku Kejahatan Keuangan, malah hakimnya sendiri yang ditangkap Sebab ketahuan melakukan Kejahatan Keuangan. Ditambah kegagapan sejumlah pejabat publik ketika harus mengatasi masalah-masalah sektornya, misalnya Hingga sektor kepariwisataan, mengindikasikan bahwa ketidakpercayaan itu bak bara Untuk sekam.
Kita ingin Pemerintahan Ri Prabowo-Gibran berjalan Di baik dan berhasil hingga akhir masa jabatan. Salah satu caranya adalah Di memastikan setiap pimpinan nasional, Hingga pusat, Hingga Area, Hingga luar negeri, hingga Hingga Danantara dan BUMN, tidak mengkhianati ajaran Ki Hajar, Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, dan Tut Wuri Handayani. Kabarnya, tidak berapa lagi Berencana ada ritret Hingga dua, para Kepala Area Disekitar awal Mei 2025. Semoga dapat diingatkan lagi, dan lagi. Mengundang pembicara internasional amat baik, tapi mengangkat local wisdom amatlah mulia dan bernilai. Trilogi kepemimpinan bukan masalah Ki Hajar, Akan Tetapi tentang Ketahanan Republik Indonesia yang gemilang.
*)Riant Nugroho
Ketua Umum Kelompok Aturan Publik Indonesia
(nwk/nwk)
Artikel ini disadur –> Detiknews.id Indonesia: Ketika Ki Hadjar Dikhianati