Jakarta –
Lulusan kedokteran tak selalu harus bekerja menjadi seorang Praktisi Medis Ke Puskesmas. Ada hal lain yang bisa dicoba Di lulusan kedokteran seperti menjadi medical illustrator.
Profesi tersebut memang masih Foreign terdengar Ke Indonesia. Belum banyak yang menggeluti bidang tersebut, adapun salah satunya adalah dr Uti Nilam Sari, M Sc MIMI.
Uti adalah lulusan Untuk Langkah profesi medical illustrator pertama Ke negeri ini yang tercatat Di Lembaga Pengelolaan Dana Belajar (LPDP). Ia adalah alumni Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan penerima beasiswa LPDP.
Awalnya Tak Mau Karena Itu Praktisi Medis
Alasan berakhirnya Uti Ke bidang medical illustrator ini lantaran dirinya mempunyai Kegemaran menggambar dan membuat desain. Malahan, masuk FK UI pun ia akui Lantaran permintaan dan dorongan Untuk orang tua.
Pada berkuliah, Uti sempat merasa Beban Lantaran beban mahasiswa kedokteran cukup tinggi dibandingkan jurusan lain. Akan Tetapi, berkat hobinya membuat desain, rasa Beban Uti menjadi tersalurkan.
“Tapi alhamdulillah ketemu caranya. Lantaran aku itu sangat passionate Ke design and technology, ketika menjalani kuliah, aku suka kayak mengerjakan design itu secara for free sebenarnya, Sebagai menjaga kewarasan lah kira-kira seperti itu. If you know the application, ‘Photoshop’ tuh udah Karena Itu kayak jalan ninja ku gitu lah kira-kira”, katanya, dikutip Untuk laman LPDP, Kamis (31/10/2024).
Pada awal berkarier sebagai Praktisi Medis, Uti merasa energinya cukup terkuras. Pasalnya ia adalah perasa Agar setiap kali melihat pasien keluar masuk Puskesmas Uti tak hentinya menitikkan air mata.
Jatuh Bangun Kuliah S2 Ke Skotlandia
Keresahan lain yang Uti rasakan Pada kuliah adalah soal bahan belajar. Uti melihat hanya sedikit Literatur-Literatur kedokteran yang mempunyai ilustrasi bagus.
“Sungguh miris melihat Literatur-Literatur waktu aku kuliah Ke kedokteran, Di ilustrasi seadanya ataupun mencatut Untuk luar dan Di Mutu yang sangat terbatas. Dan aku tahu sebenarnya secara visual itu kita dapat Memberi informasi yang lebih daripada hanya teks,” kenangnya.
Suatu ketika, Uti menemukan Literatur berjudul “Atlas of Human Anatomy” Untuk Frank H Netter. Literatur tersebut Lalu menginspirasi Uti Sebagai Lalu membuat ilustrasi khusus bertema medis.
Akhirnya Uti memutuskan Sebagai Membahas S2 Ke bidang ilustrasi. Ia lalu mencoba peruntungannya Di mendaftar beasiswa LPDP dan lolos.
Uti diterima Ke Langkah Medical Visualisation and Human Anatomy yang merupakan hasil kolaborasi University of Glasgow dan The Glasgow School of Art. Beruntungnya Uti, ia bisa menempuh studi S2 Ke Skotlandia bersama sang suami. Suaminya, Mohamad Sani pun diterima S2 Mobile Design and Engineering Ke kampus sama.
Akan Tetapi, perjalanan mereka tak semulus yang dikira. Sani didiagnosis mengidap kanker Agar Uti harus menemani sang suami menjalani Terapi, operasi, hingga kemoterapi Ke Di harus merampungkan tesis.
“Di Langkah Tersebut aku harus bolak-balik, Karena Itu aku begadang Ke lab Sebagai menyelesaikan tesis. Lalu pindah lagi nanti menginap lagi Ke Puskesmas, Sebagai ngurusin dan mendampingi suamiku. Alhamdulillah LPDP juga support,” kenangnya.
Karena Itu Medical Illustrator & Dirikan Medimedi
Meski lulus Untuk kampus top Ke Skotlandia, Uti sempat kesulitan mencari lowongan pekerjaan sebagai ilustrator medis. Ia harus Mengadakan dirinya sebagai freelance illustrator.
“Waktu itu responnya almost nihil Mas, tapi aku berpikir bahwasanya tetap harus dimulai, Agar aku Berikutnya Mengadakan diri sebagai freelance illustrator medis Ke Di pekerjaan utamaku,” tuturnya.
Agar, ia berinisiatif mendirikan Medical Media (Medimedi). Medimedi adalah perusahaan yang Memperoleh layanan pembuatan visual media Sebagai Kesejajaran.
“Kita harus (membuat) ‘medically approved‘ dan harus ‘visually attracting‘. Praktisi Medis yang paham juga tentang Ilmu Pengetahuan dan art, dan anak-anak art dan tech yang mau dengerin Untuk sisi medisnya, nah itu Karena Itu tektokan aja kerjanya Ke Di mereka,” sambungnya.
Dari tahun 2018, Medimedi bergerak sebagai Usaha. Malahan, kini sudah berkembang Ke arah Ilmu Pengetahuan Extended Reality (XR), Augmented Reality (AR), Mixed Reality (MR), dan Dunia Maya (VR).
Uti berpesan kepada anak muda Sebagai tidak menyepelekan Belajar. Jika terkendala biaya Sebagai melanjutkan studi S2, Uti menyarankan Sebagai mencoba beasiswa LPDP meski tak sekali lolos.
“Ya, education is expensive, we know that, tapi stupidity is more expensive. Education is expensive, tapi ignorance is more expensive, Ke sinilah LPDP berada,” tegas Uti.
(cyu/nwy)
Artikel ini disadur –> Detiknews.id Indonesia: Kenalan Di Uti, Alumni LPDP yang Karena Itu Medical Illustrator Pertama Ke RI