Sudah Diajukan Hingga Kemenkeu Rp 2,6 T


Jakarta

Pejabat Tingginegara Pembelajaran Tinggi, Sains, dan Ilmu Pengetahuan (Mendiktisaintek) Satryo Soemantri Brodjonegoro angkat bicara soal tunjangan kinerja (tukin) dosen 2025 yang dikabarkan tidak Dari Sebab Itu cair.

Satryo mengatakan pihaknya sudah mengajukan tambahan Dana Rp 2,6 triliun Hingga Kementerian Keuangan Yang Berhubungan Di pembayaran tukin dosen. Tukin ini Akansegera cair Ke 2025 jika sudah Menyambut persetujuan Di Kemenkeu dan Badan Dana (Banggar) Wakil Rakyat.

“Insya Allah kalau Kemenkeu sudah setuju, Banggar Wakil Rakyat juga setuju, ya,” ucapnya Ke detikEdu Pada ditemui Ke Gedung D Kemdikbud, Jakarta, Jumat (10/1/2025).


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Satryo mengatakan pihaknya Akansegera menutup perbedaan (closing the gap) pendapatan Di dosen ASN yang tidak Menyambut tukin Di yang mendapatkannya. Diharapkan, langkah ini mendukung pendapatan dosen ASN tidak lagi Ke bawah pendapatan tenaga kependidikan (tendik) administratif Ke perguruan tingginya.

“Dari Sebab Itu, yang betul adalah kita Akansegera menutupi ya perbedaan yang Di ini ada Di yang dapat tukin dan tidak dapat tukin,”

Besar Dana Rp 2,6 triliun yang diajukan dihitung Di data Sambil Itu dosen ‘korban’ dan rapelan tukinnya yang belum dibayarkan.

“Iya, rapelan,” ucapnya.

“Itu yang Di dulu kita hitung semua, dapat segitu,” imbuh Satryo.

Ke Pada Yang Sama, pihaknya Akansegera merevisi aturan Yang Berhubungan Di tukin dosen Ke lingkungan Kemendiktisaintek Sebagai mendukung pemenuhan tunjangan ini Bagi dosen yang semestinya sudah Memperoleh tukin tetapi namanya tidak tercatat Lantaran belum Memiliki sertifikasi dosen (serdos).

Satryo mengatakan pihak Kemenkeu Akansegera membantu upaya Kemendiktisaintek Di menerbitkan peraturan Yang Berhubungan Di. Setelahnya itu, Dana dapat dipergunakan Sebagai membayar tukin dosen.

“Paling tidak kita (Kemendiktisaintek) Akansegera lihat dulu yang memang, Di tanda petik, ‘Dari Sebab Itu korban’ itu berapa, ya kan? (‘Korban’) Lantaran kalau belum serdos itu kan bukan salah dia, orang belum sempat diuji. Tapi pendapatannya kan rendah, ini yang kita mau coba samakanlah ini. Ini nanti yang kita coba bantu. Kita bayarkan selisih Di tukin itu, Di jabatan fungsional itu. Selisih seperti apa, kita bayarkan,” kata Satryo.

“Tapi kan, Lantaran Di ini nggak diurus Dari Sebab Itu kan Ke Kemenkeu nggak tercatat. Yang kita minta kemarin juga (responsnya) ‘Nggak bisa, Pak. Kan nggak ada, Pak, Ke Kementerian.’ Oh, iya, ya. Nah, kita mau revisi lagi sekarang, kita revisi dulu aturannya. Kita upayakan Sebagai yang sudah menjadi korban ini, kita coba penuhi kebutuhannya. Dan kita sudah ajukan Hingga Kemenkeu Sebagai pembayaran seperti ini ada Rp 2,6 triliun. Nah Kemenkeu minta Dukungan kita Sebagai nanti kita bicarakan lagi deh, bagaimana mekanismenya,” ucapnya.

Soal perhitungan jumlah dosen yang belum Menyambut tukin, Satryo mengatakan pihaknya juga memperhatikan data Di pihak-pihak aliansi yang berdemo.

“Kita tidak mau juga menafikan. Memang itu masalah yang kita hadapi. Mereka juga tolong bersabar, kita pasti upayakan. Tidak Mungkin Saja kita mengorbankan nasib orang seperti itu, kan. Dari Sebab Itu, yang betul adalah kita Akansegera menutupi perbedaan yang Di ini ada Di yang dapat tukin dan yang tidak dapat tukin” ucapnya.

Duduk Persoalan Tukin Dosen

Satryo mengatakan tunjangan kinerja PNS muncul Di terbitnya Undang-Undang No 5 Tahun 2014 tentang ASN. Ke lingkungan Kementerian Pembelajaran dan Kebudayaan (Kemendikbud, yang kini Kemendiktisaintek), tunjangan kinerja berlaku Bagi ASN tenaga kependidikan administratif. Beda halnya Di dosen

“Nah, Sebagai admin bisa seperti itu. Lantaran bisa diukur kan kinerjanya Di kehadiran, Lalu dia kerja apa aja dihitung, kan. Dihitung jam dia kerja, terus dikasih remunerasinya sesuai Di jam yang dia capai sebagai pegawai. Ditutupin (covered), dicek kan semua apa saja dikerjakan, berapa aja, dihitung kan, ada hitungannya. Dari Sebab Itu, gaji plus tukin kalau yang admin. Dosen kan beda,” ucapnya.

Sedangkan Bagi ASN jabatan fungsional (JF) dosen Kemendikbud, berlaku gaji ASN dan tunjangan profesi. Sebagai Memperoleh tunjangan profesi, dosen harus sudah lulus sertifikasi dosen (serdos).

“Kita kan bukan admin. Dan dosen tidak bisa diukur Di misalnya berapa jam dia ngantor, kan nggak ngantor. Kadang-kadang nggak ngantor kan, kan mesti Hingga lapangan. Kadang-kadang juga Mungkin Saja dia nggak Ke kantor, tapi Mungkin Saja bimbing mahasiswa, membina mahasiswa segala macam, Eksperimen, Eksperimen macam-macam, kan. Agar memang Sebagai dosen waktu itu, ya, nggak ada tukinnya. Yang ada adalah gaji yang fungsional dan tunjangan profesi,” ucapnya.

Akan Tetapi hingga hari ini, Satryo mengatakan tidak semua dosen Kemendikbud sudah tersertifikasi Lantaran tidak dapat kuota ujian sertifikasi. Dampaknya, dosen-dosen tersebut tidak dapat memperoleh tunjangan profesi.

“Banyak yang belum sertifikasi, Lantaran kan dosen itu kan total Di 300 ribu se-Indonesia. Sedangkan Sebagai ujian sertifikasi profesi itu setahun hanya bisa Mungkin Saja sampai 500 orang per tahun alokasinya. Kan ada ongkosnya itu Sebagai sertifikasi dosen itu. Dari Sebab Itu banyak yang nggak terima tunjangan profesi,” ucapnya.

“Dari Sebab Itu cuma terima gaji sama tunjangan fungsional. Yang memang kecil fungsional itu,” sambungnya.

Kendati berkualifikasi lulusan S2 dan S3, gaji dosen tanpa serdos tersebut menjadi lebih rendah daripada PNS Di Preliminary dan pangkat-golongan ASN yang setara Ke instansi lain. Penghasilan dosen yang belum tersertifikasi ini pun lebih rendah daripada tenaga kependidikan Ke kampusnya yang Memperoleh tunjangan kinerja (tukin).

“Tunjangan fungsional itu memang kecil. Nah, Dari Sebab Itu ada keluhan dosen-dosen. ‘Kok bisa ya? Kita pendapatannya lebih kecil, Ke bawah, dibanding Di tenaga tendik Ke kampus, Dibagian TU atau apa. Dosen itu, padahal dosen sudah S3 dan sudah S2. Pendapatan lebih kecil daripada pendapatan teman-teman admin, tendik,” ucapnya.

Berangkat Di keluhan-keluhan tersebut, muncul usulan agar dosen yang belum mengantongi serdos dapat diberi tukin. Akan Tetapi, usulan ini belum terealisasi Sebelum 2015.

“Supaya, paling tidak, pendapatannya itu bisa seimbang. Golongan sama, pendapatan tendik maupun dosen juga minimal sama. Atau Mungkin Saja lebih besar sedikit lah, Lantaran kan memang beda tugasnya, kan. Nah, itu yang Lalu Di tahun 2015 sampai sekarang ini belum terwujud bahwa dosen-dosen yang belum serdos itu sudah dapet tukin,” ucapnya.

Wacana tukin Bagi dosen yang belum tersertifikasi kembali muncul Ke masa Kementerian Eksperimen, Ilmu Pengetahuan, dan Pembelajaran Tinggi (Kemenristekdikti) tetapi belum terealisasi.

Berikutnya Pada sudah ganti nomenklatur menjadi Kementerian Pembelajaran, Kebudayaan, Eksperimen, dan Ilmu Pengetahuan (Kemendikbudristek), Keputusan Mendikbudristek tentang tunjangan kinerja dosen fungsional Ke bawah naungannya muncul Ke akhir masa kerja Mendikbudristek Nadiem Makarim.

Kepmendikbudristek No 447/P/2024 tentang Nama Jabatan, Kelas Jabatan, dan Pemberian Besaran Tunjangan Kinerja Jabatan Fungsional Dosen Ke Kemendikbudristek tersebut ditetapkan Ke 11 Oktober 2024.

“Nggak sempet diolah lagi, tuh (Pada itu). Dari Sebab Itu masih ngganjel terus sampai sekarang, sampai Diktisaintek, kan. Nah, saya ditodong sama teman-teman yang itu. ‘Mana Pak, mana janji tukin yang ini.’ Nah, kita Lagi bicarakan lagi sekarang Hingga Didepan,” ucapnya.

Usul Serdos Otomatis

Satryo mengatakan ia juga ingin agar dosen Hingga depannya bisa otomatis tersertifikasi Pada sudah menjadi dosen fungsional. Di Langkah Tersebut, dosen tidak lagi perlu menunggu sertifikasi.

“Lantaran gini, menunggu serdos selesai kapan, gitu. Kan, pasti selamanya ada orang yang tidak dapat, kan. Nah, saya lagi mikir cara, Lantaran serdos pun juga ternyata tidak mudah prosesnya itu, serdos itu makan biaya juga, makan tenaga juga,” ucapnya.

“Saya Lagi Melakukanupaya bagaimana nanti Hingga Didepan serdosnya kita otomatiskan. Dari Sebab Itu dosen, jabatan fungsional sudah punya,otomatis serdos dia sudah lolos. Nah, Di Langkah Tersebut kan, semua dapat sama, kan. Nah, sama-sama tinggal kita bikin nanti. Yang (tenaga) administrasi itu gaji sama tukin, yang Sebagai dosen ini, gaji Di (tunjangan) penjabatan fungsional, termasuk profesi Ke situ. Profesional dan profesi, Dari Sebab Itu satu” imbuhnya.

Ia berharap upaya ini nantinya dapat menyelesaikan masalah kesenjangan pendapatan ASN Ke perguruan tinggi.

“Nah, kalau itu dapat semua, ya Di teman-teman admin, tidak ada masalah lagi. Tapi itu Hingga Didepan. Tapi yang Sambil Itu ini, yang segera itu (Rp 2,6 triliun) tadi, Di dulu yang Di ini terkorbankan Lantaran belum serdos. Ya, itu dulu,” ucapnya.

(twu/pal)

Artikel ini disadur –> Detiknews.id Indonesia: Sudah Diajukan Hingga Kemenkeu Rp 2,6 T