Prof Komaruddin Hidayat Ungkap Beban-Kemungkinan Prabowo Hingga Dies Natalis Paramadina



Jakarta

Cendekiawan Prof Komaruddin Hidayat menyampaikan orasi ilmiah Di Dies Natalis Hingga-27 Universitas Paramadina. Merefleksikan sejarah perjalanan panjang bangsa Indonesia hingga periode Ri Prabowo Subianto, termasuk beban dan peluangnya.

“Prabowo yang Memiliki Belajar bagus dan jaringan pergaulan luas, sudah pasti bisa memetik pelajaran Di rekam jejak semua Ri Sebelumnya Itu. Dia Memiliki Pengalaman Hidup militer panjang dan rekam jejak sebagai Pejabat Tingginegara serta pebisnis besar. Ayahnya, Soemitro Djojohadikusumo, seorang ekonom dan intelektual terkemuka yang pernah menjabat Pejabat Tingginegara Keuangan dan Pejabat Tingginegara Perindustrian Hingga era Sukarno dan Suharto. Bersama latar Di keluarga, Belajar, karir politik dan pendiri Partai Gerakan Indonesia Raya (2008) Prabowo diharap mampu mengembalikan peran dan wibawa Indonesia Hingga mata dunia,” demikian disampaikan Prof Komaruddin.

Hal itu disampaikan Prof Komaruddin Di Dies Natalis Hingga-27 Hingga Aula Lt 8 Gedung Nurcholis Madjid, Kampus Universitas Paramadina Cipayung, Jumat (10/1/2025) Di rilis yang diterima ditulis Sabtu (11/1/2025).


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menyimak beberapa pidatonya, lanjut Komaruddin, mengingatkannya Di Konsep “ekonomi benteng” yang digagas ayah Prabowo, Soemitro Djojohadikusumo, Di awal tahun 50-an.

Konsep ini dimaksudkan Sebagai memperkuat posisi ekonomi pribumi Di Berusaha Mengatasi dominasi ekonomi pihak Asing. Soemitro menekankan Kesejajaran Antara Kemajuan dan pemerataaan ekonomi. Dia Mendorong industrialisasi sebagai cara Sebagai menciptakan lapangan kerja dan Meningkatkan produktivitas nasional. Bangsa perlu berperan besar Di membangun infrastruktur yang strategis, sembari mendukung mekanisme pasar Di Mendorong efisiensi, Pembaharuan dan ketahanan ekonomi rakyat. Kendati sebagai ekonom alumni Universitas Rotterdam yang sering dipandang sebagai pendukung ekonomi liberal, Soemitro Memiliki pemihakan kuat Di rakyat bawah yang miskin dan tertindas.

“Pada ini rakyat masih menduga-duga bercampur harap, langkah strategis apa yang Berencana dilakukan Ri Prabowo Hingga Di. Seberapa besar pengaruh dan warisan bagasi Ri Joko Widodo yang mesti dipikul Dari Prabowo? Adakah warisan itu merupakan faktor kekuatan ataukah malah Dari Sebab Itu beban dan penghalang Untuk Prabowo Sebagai menjadi dirinya sendiri, kita tunggu dan lihat sepak terjangnya Hingga Di,” tutur Komaruddin.

Orasi Ilmiah Refleksi Perjalanan Panjang Bangsa Indonesia

Prof Komaruddin Di orasinya menyampaikan pandangannya mengenai perjalanan panjang Indonesia sebagai bangsa, mulai Di era penjajahan hingga Kedaulatan Rakyat modern. Di
paparannya, ia mengajak seluruh elemen Komunitas Sebagai memahami perjalanan sejarah sebagai bekal membangun masa Di yang lebih baik.

Prof Komaruddin memulai Bersama memuji visi para pemuda Hingga era Budi Utomo Di 1908, seperti Muhammad Yamin, WR Supratman, Soegondo, dan lainnya, yang Hingga usia muda sudah bermimpi besar Sebagai mempersatukan Indonesia.

“Di usia Hingga bawah 25 tahun, mereka Memiliki keberanian Sebagai bermimpi besar, yang Sesudah Itu beresonansi Bersama generasi 1945 dan mewujudkan berdirinya Bangsa bangsa Indonesia,” ujarnya.

Ia menekankan bahwa kemampuan membaca tanda-tanda zaman menjadi Kunci Untuk para pendahulu Sebagai membangun fondasi bangsa. Tanpa visi yang visioner, Indonesia Mungkin Saja tidak
Berencana pernah muncul Hingga peta dunia sebagai sebuah Bangsa merdeka.

Prof Komaruddin menggarisbawahi peran Bung Karno sebagai nation builder yang harus Berusaha Mengatasi konflik panjang bersama Bung Hatta Sebagai membangun persatuan bangsa. Tragedi
1965 membawa Pak Harto Hingga panggung sejarah sebagai state builder, yang fokus Di pembangunan ekonomi dan stabilitas politik.

“Pak Harto dikenal sebagai Bapak Pembangunan, Kendati akhirnya tidak mampu Berusaha Mengatasi tekanan utang luar negeri dan Permintaan Komunitas yang berujung Di pengunduran dirinya,” ungkapnya.

Melanjutkan cerita sejarah, ia menyebut masa transisi yang diwarnai Dari kepemimpinan Pak BJ Habibie, Gus Dur, dan Megawati sebagai tonggak reformasi yang membuka ruang Untuk demokratisasi. Perubahan besar seperti desentralisasi, kebebasan berserikat, dan sistem multipartai menjadi ciri khas era ini, yang Sesudah Itu diteruskan Dari Ri SBY Bersama stabilitas politik dan pengakuan internasional.

Tetapi, ia juga mencatat bahwa masa reformasi belum berhasil mengatasi Kejahatan Keuangan secara signifikan. Di Pemilihan Umum 2014, Kedaulatan Rakyat Indonesia memasuki Putaran Terbaru Bersama Ri Jokowi yang menjadi simbol Kedaulatan Rakyat sejati. Meski demikian, ia menyoroti lemahnya komitmen Di nilai-nilai Kedaulatan Rakyat, seperti terlihat Di dinamika politik terkini, termasuk penempatan Gibran Di panggung politik.

Ia berharap pemimpin masa Di dapat belajar Di perjalanan panjang para Ri Sebelumnya Itu. Tetapi, ia juga mengingatkan bahwa Kedaulatan Rakyat tidak selalu melahirkan pemimpin demokrat.

“Indonesia hari ini Berusaha Mengatasi tantangan besar Sebab elite politik lebih sibuk mengakumulasi kekayaan dan kekuasaan, yang Di akhirnya menghambat mobilitas sosial dan suara Di bawah,” pungkasnya.

Pencapaian Universitas Paramadina

Dies Natalis Hingga-27 Universitas Paramadina Foto: (Dokumen Universitas Paramadina)

Dies Natalis Hingga-27 Universitas Paramadina ini dibuka Dari Sidang Senat yang dipimpin Rektor Universitas Paramadina, Prof Didik J Rachbini. Di sambutannya, beliau menyampaikan perkembangan universitas yang kini telah Memiliki 5.800 mahasiswa Bersama target mencapai 10.000 mahasiswa, sebagaimana diamanatkan Dari Ketua Dewan Pembina Yayasan Wakaf Paramadina, Jusuf Kalla. Universitas Paramadina juga mencatatkan pencapaian Bersama Memiliki 7 guru besar, 15 Kandidat guru besar, 57 lektor, dan sejumlah asisten ahli yang terus bertambah.

Sambil Itu Ketua Dewan Pembina Yayasan Wakaf Paramadina, Jusuf Kalla, menambahkan refleksi historis tentang peran Universitas Paramadina Di perjalanan Belajar tinggi Hingga Indonesia.

“Sesudah 23 tahun melanglang buana, kini Paramadina Memiliki Tempattinggal sendiri. Semoga kampus ini terus menjadi wadah pemikiran kelas menengah yang berkontribusi Untuk bangsa” katanya.

Di pidatonya, Jusuf Kalla juga menyoroti peran penting tiga tokoh besar yang telah berkontribusi Di Pembaruan keagamaan dan kelas menengah Hingga Indonesia. Pertama, BJ Habibie Melewati ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia), yang Menyediakan ruang kebebasan berbicara dan berpikir. Kedua, Nurcholish Madjid (Cak Nur), yang Mengeluarkan Konsep pengajian eksekutif Sebagai kelas menengah yang dinamis dan terbuka. Ketiga, Abdul Latif, yang Mengeluarkan ONH Plus, menciptakan akses lebih luas Untuk umat Muslim Indonesia.

“Ketiga tokoh ini berjasa besar Di membangun dan menginspirasi kelas menengah Indonesia,” tegasnya.

Di Peristiwa yang sama, Omi Komaria Madjid, istri almarhum Prof Nurcholis Madjid, pendiri kampus Paramadina, Menyediakan pesan inspiratif agar Universitas Paramadina tetap berpegang Di nilai-nilai dasar seperti kejujuran, toleransi, dan keteladanan publik.

“Inilah mimpi Cak Nur yang masih harus terus direalisasikan,” tutur Omi.

(nwk/nwk)

Artikel ini disadur –> Detiknews.id Indonesia: Prof Komaruddin Hidayat Ungkap Beban-Kemungkinan Prabowo Hingga Dies Natalis Paramadina