Prabowo Ingin Menambah Lahan Sawit, Guru Besar UGM: Langkah Kuno



Jakarta

Kepala Negara Prabowo Subianto mengatakan bahwa Hingga Didepan ingin menambah tanam kelapa sawit. Untuk pernyataannya, Prabowo menyebut Untuk tidak perlu takut deforestasi atau kehilangan hutan alam.

“Dan saya kira Hingga Didepan kita juga harus tambah tanam kelapa sawit, enggak usah takut membahayakan, apa itu deforestation, iya kan,” ucapnya Untuk Musyawarah Pendesainan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) RPJMN Tahun 2025-2029, Hingga Kantor Kementerian PPN/Bappenas, Jakarta, Di 30 Desember 2024 lalu.

“Namanya kelapa sawit ya pohon, iya kan, benar enggak. Kelapa sawit itu pohon, ada daunnya kan, ya oksigen dia keluarkan, dia menyerap karbon dioksida,” lanjutnya.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pernyataan ini pun Lalu menuai berbagai respons. Salah satunya Bersama Guru Besar Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof Priyono Suryanto S Hut, MP, Ph D.

Menurutnya, Untuk konteks penjelasan ‘kelapa sawit itu pohon’ dan seterusnya, merupakan Dibagian Bersama gaya guyon khas Prabowo.

“Yang Berhubungan Bersama Bersama pernyataan Kepala Negara Prabowo Subianto kelapa sawit juga berperan menyerap karbon, daunnya hijau: itu kan khas gaya pak Prabowo yang suka guyonan, humorisnya beliau. Maka guyonan itu tidak perlu ditanggapi Bersama serius, kita senyum dan ketawa saja Karena Itu terhibur Bersama humor Bersama Kepala Negara,” katanya kepada detikEdu, Senin (6/1/2025).

Untuk diketahui, bahwa menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), sawit bukan termasuk tanaman hutan. Untuk Permen LHK P.23/2021, sawit juga tidak masuk sebagai tanaman rehabilitasi hutan dan lahan (RHL).

Untuk keterangan resmi Di 2022, KLHK menyebutkan bahwa praktik kebun sawit yang ekspansif, monokultur, dan non prosedural Hingga Untuk kawasan hutan, telah menimbulkan berbagai masalah hukum, ekologis, hidrologis dan sosial.

Menambah Area Lahan Sawit Termasuk ‘Jalan Kuno’

Yang Berhubungan Bersama Ide penambahan tanaman sawit, Prof Priyono mempertanyakan langkah pemerintah Yang Berhubungan Bersama audit menyeluruh, termasuk lembaga Kajian yang berkaitan Bersama perkebunan sawit.

Ia menilai bahwa perlu ada dasar pertimbangan Bersama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), Badan Kajian dan Pembaharuan Nasional (BRIN), hingga Kajian Kementerian Untuk perbaikan tata kelola sawit.

“Apakah pemerintah tidak fokus saja Di membangun supremasi Kajian dan Pembaharuan perkebunan sawit khususnya sawit rakyat Untuk naik kelas? Bisa dikaji hasil PSR (peremajaan sawit rakyat), masih megap-megap perkebunan sawit rakyat Di ini,” jelas Ketua Umum Kelompok Agroforestri Indonesia (MAFI) tersebut.

Guru Besar Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof Priyono Suryanto S Hut, MP, Ph D. Foto: Doc Pribadi Prof Priyono Suryanto

Prof Priyono berpendapat bahwa Bangsa perlu mendukung perkebunan sawit rakyat, Supaya pekebun sawit rakyat termakmurkan. Untuk Kontek Sini, pemerintah seharusnya fokus Pada penguatan kapasitas dan Dukungan penuh Di perkebunan sawit rakyat Supaya bisa mensejahterakan mereka.

Menurutnya, opsi peningkatan perekonomian nasional Lewat perkebunan sawit Bersama menambah areal kawasan sawit Terbaru merupakan opsi jalan kuno.

“Opsi kuno ini berarti Indonesia Mengungkapkan lempar handuk (kalah) Untuk Berjuang Bersama Sosialisasi Politik negatif sebagai Bangsa Posisi tingkat tinggi deforestasi-degradasi. Lebihterus permanen stempel Indonesia sebagai Bangsa Bersama atribut deforestasi-degradasi, Apakah benar Pembantu Presiden Kerja Merah Putih mau merobek marwah merah putih Lewat jalur pembukaan kawasan sawit Terbaru?” ujarnya.

Perkuat Supremasi Kajian, Pembaharuan, dan Kedaulatan SDM Persawitan

Dosen Bersama Departemen Silvikultur tersebut menawarkan solusi sebagai jalan Ditengah agar pemerintah bisa menghindari deforestasi. Pertama, Bersama jalan Ditengah yakni memperkuat supremasi Kajian, Pembaharuan dan kedaulatan SDM persawitan.

Indonesia Lewat Pembantu Presiden Kerja Merah Putih bisa Memutuskan jalan tersebut Untuk Di tata kelola sawit yang berkelanjutan yang menghormati marwah ekosistem secara holistik. Hal ini termasuk produksi tinggi Bersama menjunjung tinggi prinsip-prinsip Ketahanan tanpa memperluas kawasan Terbaru yang signifikan.

“Di solusi ini perkebunan sawit sebagai pilar perekonomian nasional memasuki era optimalisasi holistik perkebunan sawit,” papar Prof Priyono.

Solusi kedua, lanjutnya, Indonesia bisa mulai memasuki era Terbaru “Super Power Perkebunan Kelapa Sawit Berkesemestaan” Bersama melakukan stop opsi perluasan Terbaru kawasan sawit.

Kesemestaan ini merujuk Di dalil Saint Vincent de Lerins, “quod semper, quod ubique, quod omnibus” yang bermakna ‘selamanya, Hingga mana pun, Untuk semuanya’.

Bersama cara ini, Indonesia bisa meletakkan spektrum Terbaru, arah Terbaru, dan harapan Terbaru, bukan hanya Untuk menjaga pilar sawit Untuk perekonomian nasional tetapi juga menuntun peradaban Dunia.

“Indonesia Akansegera menjadi rujukan dunia kelapa sawit berkesemestaan Bersama nilai-nilai tata kehidupan yang harmonis Di pembangunan dan kemanusiaan. Era Terbaru ‘Super Power Perkebunan Kelapa Sawit Berkesemestaan’ Akansegera membawa marwah merah putih Lebihterus berkibar Bersama misi Terbaru kemanusiaan globalnya,” tutur Prof Priyono.

Karenanya, opsi solusi pertama dan kedua Hingga atas menjadi jalan yang bisa menghindari deforestasi.

“Kalau jalur pembukaan kawasan hutan Untuk perluasan perkebunan sawit Terbaru itu langkah kuno, masa Pembantu Presiden Kerja Merah Putih mau ambil langkah kuno Untuk Di Indonesia Emas 2045?” pungkasnya.

(faz/pal)

Artikel ini disadur –> Detiknews.id Indonesia: Prabowo Ingin Menambah Lahan Sawit, Guru Besar UGM: Langkah Kuno