Jakarta –
Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Dunia menolak Revisi Aturantertulis TNI. RUU TNI ini Berpeluang meruntuhkan supremasi sipil. Belum lagi proses legislasinya yang cenderung ‘diam-diam’.
“Revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (Aturantertulis TNI) menjadi Permasalahan krusial Di dinamika politik dan Sistem Pemerintahan Di Indonesia Sebab perubahan yang terkandung Di dalamnya Memiliki potensi Untuk meruntuhkan supremasi sipil lewat ruang-ruang yang disediakan kepada militer. Atas dasar itu, kami ingin Membahas sikap Untuk setiap upaya yang Melakukanlangkah-Langkah Memberi Kemungkinan Untuk aparat bersenjata Untuk mencampuri urusan sipil. Kami menolak berdialog Bersama moncong senjata,” tegas PPI Dunia Di pernyataannya yang disampaikan tertulis Di Kamis (20/3/2025).
PPI Dunia menyampaikan 4 pandangan yang mereka sebut sebagai Kemungkinan yang dapat menggeser Kesejaganan kekuasaan Di sipil dan militer.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pertama, perihal penambahan penempatan prajurit aktif Di Di kementerian/lembaga (Pasal 47 ). Usulan perubahan ini kami anggap Memiliki Kemungkinan Untuk mengembalikan kembali TNI Hingga ruang-ruang vital Komunitas yang Sebelumnya Di masa orde Mutakhir telah Memberi dampak destruktif dan traumatis Untuk kehidupan bermasyarakat.
“Perubahan ini juga kami anggap Memiliki potensi Untuk mencederai independensi lembaga seperti Proses Hukum yang sekaligus dapat menaikkan kadar impunitas TNI Di mata hukum. Kami juga menilai, jika perubahan Aturantertulis ini diloloskan, Berencana berdampak kepada angka Kartu Peringatan Hakasasi Manusia Di masa Di Sebab mereka yang mengontrol senjata, mengendalikan kehidupan kita,” jelas PPI Dunia.
Kedua, perihal penambahan tugas Operasi Militer Selain Konflik Bersenjata (OMSP). Penambahan tugas dan cakupan TNI Di 14 menjadi 17 tugas dinilai dapat menjadi celah Untuk aparat bersenjata Untuk menyelewengkan wewenangnya Di urusan sipil.
“Hal ini juga Berpeluang menjadi pasal karet, yang dapat menormalkan tindakan penggusuran, perampasan lahan, dan segala bentuk operasi-operasi yang dapat melukai Hakasasi Manusia. Kami menilai jika Lebihterus luas cakupan operasi militer, Lebihterus Disekitar TNI Bersama pengkhianatan atas Sistem Defender Rakyat Semesta (Sishankamrata) yang dianutnya,” Penilaian PPI Dunia.
Ketiga, perihal konteks reformasi sektor Perlindungan. Perubahan Aturantertulis TNI ini PPI Dunia anggap bukan merupakan agenda mendesak Di tubuh TNI dikarenakan masih adanya agenda lain seperti agenda reformasi Proses Hukum militer yang jauh lebih penting.
“Samping Itu, evaluasi Pada berbagai Kartu Peringatan yang dilakukan Bersama prajurit TNI, termasuk penyalahgunaan wewenang dan impunitas Di Tindak Kejahatan Kartu Peringatan Hakasasi Manusia, seharusnya menjadi prioritas utama. Tanpa adanya upaya penyelesaian masalah-masalah ini, revisi Aturantertulis TNI dinilai Memiliki resiko Untuk memperburuk ketimpangan Di sistem hukum dan Lebihterus menjauhkan TNI Di prinsip profesionalisme serta akuntabilitas. Kami membutuhkan pertanggung jawaban atas setiap peluru yang bersarang Di tubuh Komunitas sipil,” tegas PPI Dunia.
Keempat, perihal proses legislasi yang disusun Bersama cara yang tidak transparan dan tergesa-gesa. Proses legislasi perubahan Aturantertulis TNI dinilai bermasalah Sebab tidak melibatkan partisipasi publik yang memadai, membuat aspek pengawasan dan akuntabilitas terhambat.
“Samping Itu, naskah akademis yang menjadi dasar revisi kami nilai problematik, baik Di segi argumentasi maupun landasan akademis, yang telah menimbulkan kecurigaan bahwa perubahan ini lebih mengutamakan kepentingan beberapa pihak Di atas kepentingan publik. Proses yang terburu-buru juga memperdalam kecurigaan bahwa revisi ini dilakukan tanpa Mengkaji dampak jangka panjang Pada Sistem Pemerintahan dan supremasi sipil. Lebih tandas lagi, hal ini memunculkan kecurigaan bahwa perubahan ini semata-mata Untuk merasionalisasi kekuasan Untuk dapat mewujudkan mobilisasi dan ekspansi keterlibatan TNI Di mewujudkan visi, misi, dan Inisiatif politik pihak tertentu,” urai PPI Dunia.
Hingga pernyataan sikap ini ditulis, Wakil Rakyat RI belum merilis naskah RUU yang dapat diakses publik. Pasal ini bersumber Di draf RUU yang sempat bocor, tetapi Lalu dibantah Bersama Wakil Rakyat RI sebagai dokumen final.
Berdasarkan hal-hal tersebut, Bersama ini Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Dunia Berkata sikap sebagai berikut:
1. Menolak Revisi Aturantertulis TNI
2. Menolak keterlibatan TNI Di ranah sipil dan politik Sebab Dikatakan Berpeluang mengancam prinsip Sistem Pemerintahan dan supremasi sipil atas militer
3. Mengecam setiap upaya yang Berpeluang Untuk melemahkan institusi sipil dan merusak struktur pemerintahan yang demokratis.
4. Menentang cakupan TNI yang Lebihterus meluas Di sektor Perlindungan domestik yang dapat mengganggu Kesejaganan Di sipil dan militer
5. Mempertahankan kebebasan sipil sebagai pilar utama Bangsa Sistem Pemerintahan, yang bebas Di intervensi militer
6. Mendesak agenda yang bertujuan Untuk peningkatan profesionalisme dan akuntabilitas TNI
7. Menyuarakan penolakan Pada Aturan yang dapat membuka Kemungkinan kepada kembalinya bentuk dwifungsi ABRI dan Kartu Peringatan Ham
Daftar Pasal Kontroversial RUU TNI
Seperti dilansir Di detikNews, berikut daftar 3 pasal kontroversial Di RUU TNI.
Pasal 7, Tambahan Tugas Operasi Militer Selain Konflik Bersenjata
Di Pasal 7 RUU TNI, tercantum 2 tugas Mutakhir TNI Di operasi militer selain Konflik Bersenjata Di yang Sebelumnya 14 kini menjadi 16.
Pasal 47, Kementerian/Lembaga yang Bisa Diisi TNI
Di pasal 47, ada penambahan 4 posisi jabatan publik yang bisa diisi TNI aktif Di yang Sebelumnya 10 kini menjadi 14.
Pasal 53, Usia Pensiun TNI
Pasal 53 RUU TNI mengubah batas usia pensiun prajurit. Syarat ini diatur Di ayat (2) Bersama batas usia pensiun yang variatif berdasarkan pangkat dan jabatan.
(nwk/pal)
Artikel ini disadur –> Detiknews.id Indonesia: PPI Dunia Tolak Revisi Aturantertulis TNI: Berpeluang Meruntuhkan Supremasi Sipil