Jakarta –
Koordinator Jaringan Pemantau Belajar Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji menyampaikan keprihatinannya atas pemangkasan Dana Belajar usai terbitnya Instruksi Pemimpin Negara Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja Di Pelaksanaan APBN dan APBD Tahun 2025.
Hal tersebut berdampak Di pemangkasan Dana Di beberapa kementerian seperti Kementerian Belajar Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen), Kementerian Belajar, Sains dan Ilmu Pengetahuan (Kemendiktisaintek) dan Kementerian Agama (Kemenag).
Diketahui, Kemendikdasmen Merasakan pemangkasan Dana sebesar Rp8,03 triliun, Kemendiktisaintek sebesar Rp22,54 triliun dan Kemenag sebesar Rp14,28 Triliun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ubaid memandang keputusan ini tidak sesuai Bersama Situasi Belajar Di ini. Aturan tersebut dapat Berpotensi Untuk membuat Situasi Belajar Di tanah air memburuk.
“Langkah ini tentu sangat disayangkan, mengingat banyaknya tantangan yang masih dihadapi sektor Belajar Di Indonesia. Pengurangan Dana Belajar Akansegera membawa dampak yang sangat luas dan serius Untuk masa Di bangsa,” kata Ubaid Di keterangan resminya, Rabu (12/2/2025).
5 Dampak Pemangkasan Dana Di Sektor Belajar
Menurut Ubaid, berikut beberapa dampak yang Akansegera terjadi Di sektor Belajar jika Dana dipangkas:
1. Penurunan Mutu Belajar
Dana yang terbatas dapat berdampak Di turunnya Mutu guru hingga fasilitas Belajar. Samping Itu, akses dan sumber belajar pun Akansegera ikut demikian.
2. Bertambahnya Angka Putus Sekolah
Pemangkasan Dana Belajar dikhawatirkan berimbas Di siswa yang berasal Di keluarga miskin. Pasalnya, mereka bergantung Di Dukungan pemerintah.
Jika efisiensi Dana menyebabkan Dukungan berkurang, maka angka putus sekolah bisa Meresahkan. Hal tersebut dikarenakan siswa miskin tak mampu lagi membayar biaya sekolah.
3. Sulitnya Akses Belajar Di Daerah
Jumlah sekolah Di kota Di ini belum merata, terlebih Di Daerah. Beberapa sekolah pun Malahan masih belum Memperoleh gedung sendiri. Agar pemotongan Dana Belajar dikhawatirkan memperlambat pengadaan sekolah-sekolah Di Daerah.
4. Pemecatan Guru Honorer secara Massal
Berkaca Di tahun 2024, beberapa guru honorer Merasakan pemecatan sepihak secara massal. Jika pemotongan Dana diberlakukan, tak menutup kemungkinan pemecatan tersebut Akansegera terulang kembali.
5. Ketimpangan Belajar
JPPI juga mengkhawatirkan ketimpangan Belajar Antara siswa Di keluarga miskin dan keluarga kaya. Jika Dukungan Belajar Untuk siswa miskin berkurang, maka ketimpangan Akansegera terlihat Lebihterus jelas.
Saran JPPI Untuk Pemerintah Soal Pemangkasan Dana Belajar
Menimbang beberapa dampak Di atas, Ubaid mendesak pemerintah Untuk meninjau kembali aturan efisiensi ini. Pasalnya, Belajar adalah Penanaman Modal Asing masa Di bangsa.
“JPPI juga meminta Pemimpin Negara Untuk lebih memperhatikan nasib anak-anak yang tidak/putus sekolah, Daerah-Daerah yang belum Memperoleh sekolah, Situasi infrastruktur sekolah yang rusak, nasib guru honorer yang tidak diakui dan tidak jelas ujungnya, Kesejajaran guru dan dosen, serta biaya sekolah dan kuliah yang tambah mahal. Ini semua adalah kewajiban prioritas yang harus dipenuhi pemerintah dan harus didahulukan,” katanya.
Menurut Ubaid, Pemimpin Negara tidak boleh asal memangkas Dana. APBN adalah hal krusial Untuk Negeri Agar harus dikelola secara transparan, akuntabel dan kredibel.
Lalu JPPI meminta pemerintah agar menjaga mandatory spending minimal 20% Untuk Belajar. Jika tidak, maka Keputusan bisa disebut melanggar Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 pasal 31 ayat 4 yang berbunyi:
“Negeri memprioritaskan Dana Belajar sekurang-kurangnya dua puluh persen Di Dana pendapatan dan belanja Negeri serta Di Dana pendapatan dan belanja Daerah Untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan Belajar nasional.”
(cyu/nwk)
Artikel ini disadur –> Detiknews.id Indonesia: JPPI Ungkap 5 Dampak Efisiensi Dana Belajar, Siswa Terancam Putus Sekolah