Jangan Lawan Perkembangan AI Tapi Optimalkan, Mahasiswa Punya Pilihan



Jakarta

Ai (AI) makin berkembang, makin pintar dan Di beberapa hal, bisa menggantikan pekerjaan manusia. Perkembangan Keahlian ini tak bisa dilawan, tapi bisa dioptimalkan Karena Itu alat bantu. Mahasiswa pun punya pilihan, mau jadikan AI alat bantu atau malah ‘diperbudak’.

“Tugas utamanya bukan Untuk memerangi atau melawan perkembangan Ai, justru kampus harus mengoptimalkan pemanfaatan Ai,” ujar Dr Firman Kurniawan S, dosen pascasarjana Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia (UI) Pada berbincang Hingga kantor detikcom, Gedung Transmedia lantai 9, Jl Pemimpin Tendean, Jaksel beberapa waktu yang lalu, ditulis Rabu (18/9/2024).

Firman menambahkan, Di sisi mahasiswa penggunaan AI juga bisa menjadi pilihan. Firman mengembalikan lagi kepada tiap individu mahasiswa, apa sih sebenarnya tujuan mahasiswa itu Untuk belajar? Menyusun kemampuannya atau hanya sekedar mencari nilai yang bagus?


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Di hal adanya mahasiswa yang menggunakan itu (AI), ada risiko yang harus dihadapi bahwa tujuan mereka Untuk belajar dan memperbesar kognisinya tidak Berencana tercapai. Karena Itu diberi pilihan aja. Saya tidak melarang Anda pakai AI, AI sebisa Bisa Jadi Anda optimalkan. Karena Itu Untuk tools aja ya, alat bantu,” imbuh pemerhati Kearifan Lokal Dunia dan komunikasi digital ini.

Bila mahasiswa terlalu nyaman dan bersandar Di AI, dan Di akhirnya ketergantungan Di AI berisiko kemampuan kognisinya tidak berkembang.

“Optimalkan (AI). Tapi Di keadaan Anda akhirnya menjadi bergantung dan nyaman, itu resikonya adalah rekognisi Anda tidak berkembang. Karena Itu dikasih pilihan ya, mau sekedar melunasi kewajiban saja atau Meningkatkan kemampuan?,” tutur Firman.

Hingga sisi lain, dosen juga harus Mengharapkan penggunaan AI Untuk mahasiswa. Contoh, bila Menyediakan soal Di ujian, bisa diberikan pertanyaan yang lebih spesifik. Misal, ujiannya diganti Bersama ujian lisan. Atau model ujian gaya lama, kembali memakai Alattulis dan Pena.

“Hingga Australia itu yang waktu awal ChatGPT dirilis, yaitu para dosennya ‘Wah ini kita harus kembali Hingga Alattulis dan Pena gitu’. Cuman Alattulis dan Pena emangnya nggak bisa lihat ChatGPT dulu terus disalin?” jelas dia.

Menurutnya, selalu ada celah yang bisa dimanfaatkan Di kemajuan AI ini. Kalau berkejar-kejaran Bersama kemajuan AI, maka ya Berencana capek. Dosen sebenarnya punya parameter lain secara kualitatif selain Menyediakan tugas dan ujian kepada para mahasiswa ini.

“Sebetulnya kan interaksinya dosen nilai mahasiswa bukan Hingga ujian aja. Waktu kuliah, kuliah nanya, dia jawab. Itu sudah kelihatan kalau mahasiswa rajin bertanya,” jelas dia.

Atau bisa ujian skripsi atau tesis, mahasiswa yang mengerjakan Bersama sungguh-sungguh Berencana terlihat. Mulai Di cara mahasiswa itu menjelaskan, menjawab pertanyaan dan sebagainya.

“Terus kita (dosen) juga kan bisa ngerasain dia Lantaran gugup atau Lantaran memang nggak bisa. Itu kelihatan. Itu orang biasa baca Literatur apa nggak, caranya balik halaman itu kelihatan kan tangannya,” tuturnya.

(nwk/pal)

Artikel ini disadur –> Detiknews.id Indonesia: Jangan Lawan Perkembangan AI Tapi Optimalkan, Mahasiswa Punya Pilihan