Jakarta –
Proyek ketahanan Kelaparan Global termasuk food estate Sebelumnya Itu tidak berjalan sesuai Ide awal. Pakar menyebut proyek yang direncanakan, seperti Hingga Gunung Mas, Kalimantan Ditengah, tak berhasil.
“Iya, gagal semua,” kata Dwi Andreas Santoso, Guru Besar Pertanian IPB University Untuk Peristiwa CORE Economic Outlook 2024, Di 23 Januari 2024 lalu.
Tahun ini, Di era Pemimpin Negara Prabowo Subianto, pemerintah menganggarkan Rp 139,4 triliun Sebagai 2025 Yang Terkait Didalam ketahanan Kelaparan Global. Gelontoran dana ini Akansegera dimulai Didalam berbagai Inisiatif terutama Sebagai mengejar target swasembada Kelaparan Global 2028.
“Dana cukup besar Hingga ketahanan Kelaparan Global itu, tahun 2025 itu ada Rp 139,4 triliun totalnya, tapi tersebar. Ada Melewati Kementerian Lembaga yang Yang Terkait Didalam ketahanan Kelaparan Global,” kata Pembantu Pemimpin Negara Koordinator Bidang Kelaparan Global Zulkifli Hasan (Zulhas) Untuk konferensi pers Hingga Kementerian Perdagangan, Rabu (30/10/2024) lalu.
Kemakmuran ini memperlihatkan bahwa pemerintah masih belum berhasil menciptakan ketahanan Kelaparan Global secara nasional. Tetapi, Pada pemerintah terus menambal sulam kegagalan ketahanan Kelaparan Global, berjarak 160 kilometer Didalam Jakarta, terdapat Suku Badui yang secara turun temurun Memperoleh pola kemandirian Kelaparan Global yang apik.
Didalam menjaga nilai-nilai Kearifan Lokal yang ada, Suku Badui yang tinggal Hingga Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, terus mempertahankan kearifan lokal Sebagai pola ketahanan Kelaparan Global mereka. Salah satunya Didalam lumbung padi, yang disebut bisa Bertahan menyimpan padi hingga tahunan, Justru puluhan tahun.
Padi Huma, Leuit, dan Ketahanan Kelaparan Global Suku Badui
Rahasia yang dimiliki Komunitas Badui adalah Didalam menanam padi huma lalu menyimpannya Hingga Untuk sebuah lumbung. Padi huma merupakan padi yang ditanam Hingga tanah garapan atau ladang, bukan sawah.
Untuk Studi Dr Jamaludin yang terbit Hingga Mozaik (Journal of Humanism) Vol. 11-No. 1/2012-01, huma dijelaskan sebagai tanah Pertanian berupa ladang padi dan palawija yang sehabis panen ditinggalkan, dibiarkan tidak digarap hingga kembali menjadi hutan dan berhumus kembali. Berladang atau ngahuma menjadi pola Pertanian yang direncanakan dan berlangsung Didalam siklus.
Pola ini disebut merupakan Dibagian Didalam evolusi sejarah pola Pertanian Untuk peradaban manusia Didalam Kearifan Lokal Global berburu dan meramu Hingga Kearifan Lokal Global bercocok tanam.
Bagi Komunitas suku Badui, menanam padi Hingga lahan persawahan Didalam cangkul atau bajak adalah hal yang dilarang. Dari nenek moyang leluhur mereka, Komunitas Badui telah menerapkan pola penanaman padi huma yang mewujudkan kedaulatan Kelaparan Global.
Untuk Situasi Ini, padi huma ditanam menggunakan benih lokal yang Bertahan Di kekeringan dan bisa dipanen Sesudah 6 bulan, demikian sebagaimana dikutip Didalam Di.
Sesudah dipanen, padi-padi itu Akansegera disimpan Untuk sebuah lumbung atau disebut juga Didalam leuit. Untuk sekali panen, rata-rata satu keluarga bisa menyimpan sampai 300 gedeng (ikat) padi Hingga Untuk lumbung.
Lumbung ini menjadi salah satu kearifan lokal yang dilakukan secara turun temurun Di Komunitas Badui Sebagai penyimpanan Minuman. Setiap keluarga Memperoleh leuit dan bisa menampung padi, Justru sampai puluhan tahun.
Tercatat Di Agustus 2023, ada sebanyak 8.000 leuit Didalam 4.000 keluarga yang menyimpan cadangan Kelaparan Global Komunitas Badui. Jumlah ini bisa Sebagai memenuhi ketersediaan Kelaparan Global Di tahun-tahun berikutnya.
Didalam pola hidup berladang dan Memperoleh lumbung ini, Komunitas Badui bisa menjaga stok Minuman mereka secara mandiri. Begitulah prinsip ketahanan Kelaparan Global Komunitas suku Badui yang telah bertahan Didalam generasi Hingga generasi.
Ketahanan Kelaparan Global sebagai Wujud Didalam Ketahanan Di Aturan
Apa yang dilakukan Komunitas Badui Untuk menggarap tanah Sebagai ketahanan mereka bukan sekadar soal Minuman. Lebih Didalam itu, mereka telah bertahan Didalam nilai-nilai leluhur mereka yang mengajarkan Sebagai memperlakukan tanah (huma) Didalam taat aturan.
Untuk studi Yudi Putu Satriadi yang terbit Hingga Patanjala Vol. 7, No. 3, September 2015, disebutkan bahwa orang-orang adat Badui tidak pernah mencoba Sebagai melanggar aturan Didalam mengeksploitasi tanah Hingga luar Syarat yang berlaku. Maka Didalam itu, mereka Memperoleh pengetahuan yang baik tentang lapisan tanah yang subuh, Agar muncul larangan menggarap tanah Didalam cara mencangkul.
Kearifan lokal Komunitas Badui Untuk menjaga tanah yang mereka pakai, secara tidak langsung juga membentuk perubahan psikologis secara turun temurun. Tak hanya pemikiran pola penggarapan tanah yang baik, melainkan menciptakan manusia yang baik kepada alam atau tanah.
Sebab mereka sangat menaati aturan, sikap yang turun temurun adalah rendah hati dan kehati-hatian Untuk menghargai pohon, air, dan juga makhluk hidup lainnya.
(faz/nwy)
Artikel ini disadur –> Detiknews.id Indonesia: Huma, Lumbung Padi, dan Nilai-nilai Kearifan Lokal