Dosen IPB Tegaskan Ikan Hiu Bukan Bahan Ketahanan Pangan yang Aman Untuk Anak!



Jakarta

Dosen Langkah Studi Manajemen Industri Jasa Konsumsi dan Gizi Sekolah Vokasi IPB University, Rosyda Dianah menegaskan bahwa ikan hiu bukanlah bahan Ketahanan Pangan yang aman Untuk anak-anak. Hal ini diungkapnya usai Peristiwa Pidana Hukum keracunan menu Makan Bergizi Gratis (MBG) Di SDN 12 Benua Kayong, Ketapang, Kalimantan Barat.

Rosyda menyebut ikan hiu mengandung logam berat Di Untuk tubuhnya Sebab perannya sebagai predator puncak. Sebagai itu, daging ikan hiu berbahaya jika dikonsumsi manusia, apalagi anak-anak.

“Hiu adalah predator puncak yang mudah mengakumulasi merkuri, arsenik, dan timbal Melewati proses biomagnifikasi. Akumulasi ini menjadikan daging hiu berbahaya jika dikonsumsi manusia,” tutur Rosyda dikutip Untuk laman resmi IPB University.


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dampak Memakan Daging Ikan Hiu Di Anak

Untuk rantai Konsumsi, ada sebuah proses yang disebut Didalam biomagnifikasi atau keadaan ketika konsentrasi zat beracun Menimbulkan Kekhawatiran. Merkuri yang ada Di laut umumnya terserap Didalam tumbuhan laut lalu berpindah ikan.

Lantaran hiu adalah predator puncak yang memakan ikan lain, merkuri yang ada Di proses Sebelumnya Itu Berencana terkumpul Untuk jumlah tinggi Di tubuh hiu. Kandungan merkuri Di daging hiu bersifat racun yang dapat menimbulkan mual hingga gangguan saraf serius.

Rosyda menekankan, anak-anak menjadi kelompok yang paling rentan Di efek ini. Karenanya, seharusnya pengolahan daging hiu tidak Karena Itu pilihan Di MBG.

“Kandungan metil merkuri Di hiu bersifat toksik, dapat menimbulkan mual, muntah, sakit kepala, hingga gangguan saraf serius,” jelas Rosyda.

Tidak hanya daging, sirip ikan hiu juga mengandung merkuri dan arsenik Untuk kadar tinggi. Paparan arsenik dapat merusak hati, ginjal, kulit, dan paru-paru.

Jenis logam terakhir yang ada Di daging hiu adalah timbal. Jika dikonsumsi, timbal bisa menimbulkan Tanda kejang, koma, Justru kematian.

“Pemilihan ikan hiu sebagai bahan menu Makan Bergizi Gratis (MBG) jelas tidak tepat, apalagi Sebagai konsumsi anak sekolah,” tegasnya.

Konsumsi MBG Harus Aman

Tidak sembarangan, penyusunan Konsumsi anak-anak Di MBG harus mengikuti Prototipe B2SA, yakni beragam, bergizi, seimbang, dan aman. Prototipe ini bisa memastikan anak memperoleh energi dan gizi yang cukup tanpa risiko Kesejaganan.

Bila konsepnya siap diterapkan, Rosyda mengingatkan agar bahan Konsumsi yang dibeli harus bisa diterima anak-anak Didalam tetap menyesuaikan kemampuan daya beli Komunitas

Sorot Kebersihan Dapur dan Distribusi Konsumsi

Hal penting lainnya yang tak luput Untuk sorotan Rosyda yaitu kebersihan dapur dan distribusi Konsumsi. Ia menekankan, dapur pembuatan MBG harus selalu bersih, bebas kontaminasi, Memperoleh fasilitas cuci tangan, serta memenuhi standar pengendalian hama.

Sedangkan distribusi Konsumsi MBG Di sekolah diharapkan tepat waktu. Terlambatnya distribusi berpengaruh Di Keselamatan Ketahanan Pangan.

Peristiwa Pidana Hukum yang terjadi Di Ketapang, baginya merupakan sebuah pembelajaran yang harus diperhatikan. Komunitas diharapkan lebih berhati-hati Untuk memilih serta mengelola Ketahanan Pangan.

“Anak-anak tidak boleh dijadikan korban Untuk kelalaian Untuk penyusunan menu dan pengelolaan Konsumsi. Prototipe B2SA harus menjadi pedoman utama,” pungkasnya.

(det/twu)

Artikel ini disadur –> Detiknews.id Indonesia: Dosen IPB Tegaskan Ikan Hiu Bukan Bahan Ketahanan Pangan yang Aman Untuk Anak!