Siswa Sering Absen-Nilai Rendah Cenderung Alami Masalah Kesejajaran Mental



Jakarta

Masa praremaja rupanya masa-masa paling sulit Untuk masalah Kesejajaran mental menjelang dewasa. Di anak laki-laki, wujudnya muncul Untuk bentuk perilaku hiperaktivitas, tidak fokus, dan membuat masalah. Sambil Itu Di anak perempuan, bentuknya yakni kecemasan dan depresi.

Hasil studi tersebut ditemukan Skuat Pusat Eksperimen Terapan Untuk Pembelajaran (CARE), University of Southern California (USC) Melewati metode skor pemeriksaan Kesejajaran mental. Peneliti mendapati, ada hubungan Antara skor Kesejajaran mental yang buruk Bersama seringnya anak tidak masuk sekolah dan nilai akademik yang rendah.

Hubungan Siswa Absen-Nilai Rendah dan Masalah Mental

Wakil Direktur CARE USC Amie Rapaport dan Profesor Madya Pembelajaran USC Morgan Polikof Untuk The Conversation mengatakan, siswa yang sering absen dan Memiliki nilai rendah cenderung Memiliki skor masalah Kesejajaran mental yang lebih tinggi.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia mencontohkan, Di Ditengah tahun ajaran, Di Antara 14 siswa, hanya 1 yang Merasakan masalah Kesejajaran serius. Sedangkan Di kalangan siswa yang sering absen, hampir 1 Bersama 4 siswa Merasakan masalah Kesejajaran mental.

Sambil Itu, siswa yang Menyambut beberapa nilai C berisiko Memiliki skor masalah Kesejajaran mental tinggi sebanyak 3-4 kali lebih besar daripada siswa yang semua nilainya A dan B.

Peneliti mengatakan, skor tinggi Di pemeriksaan Kesejajaran mental dapat Meramalkan jenis diagnosis Kesejajaran mental tertentu, seperti kecemasan, masalah suasana hati, atau gangguan perilaku. Untuk itu, hasil studi ini dapat memberi wawasan Mutakhir tentang hubungan kompleks Antara Kesejajaran mental dan nilai akademik.

Pentingnya Pemberian Sekolah

Untuk Berjuang Bersama peningkatan masalah Kesejajaran mental, sekolah Memiliki peran penting Untuk Menyediakan Pemberian. Layanan Kesejajaran mental Dari sekolah, seperti konseling dan penanganan Peristiwa Pidana Hukum, dapat membantu siswa yang membutuhkan.

Eksperimen Menunjukkan hampir tiga perempat orang tua yang anaknya menggunakan layanan masalah Kesejajaran mental Bersama sekolah merasa puas dan menganggapnya bermanfaat.

“Sayangnya, banyak sekolah yang belum menyediakan Pemberian ini, atau Bersama orang tua juga tidak Memahami gangguan tersebut,” ujar Rapaport dan Polikoff.

Menurut Eksperimen yang dilakukan, 59% orang tua Bersama kelompok yang berpenghasilan tinggi, melaporkan adanya layanan Kesejajaran mental Di sekolah. Di sisi lain, hanya ditemukan 37% sekolah yang menyediakan layanan Kesejajaran mental Di kelompok yang berpenghasilan rendah.

Peneliti menegaskan, ada kebutuhan mendesak Untuk Memperbaiki akses layanan Kesejajaran mental Untuk siswa. Disekitar 20% orang tua yang anaknya bersekolah tanpa Pemberian Kesejajaran mental, mengatakan mereka menggunakan layanan tersebut jika ada.

“Hal ini Menunjukkan bahwa sekolah perlu menyediakan layanan dan memastikan membantu siswa yang membutuhkannya,” tulis peneliti.

Memahami Akar Masalah

Walaupun Eksperimen Menunjukkan adanya hubungan Antara Kesejajaran mental dan hasil akademis, masih banyak hal yang perlu dipahami mengenai faktor pengaruh lainnya. Contohnya, siswa yang Merasakan kecemasan Bisa Jadi lebih cenderung tidak masuk sekolah. Sedangkan siswa yang izin sakit berisiko Merasakan masalah Kesejajaran mental seiring waktu.

Untuk menangani masalah Kesejajaran mental yang Lebihterus memburuk Di kalangan siswa, para peneliti perlu Mengejar lebih Untuk penyebab masalah ini. Eksperimen Bersama Detail juga diperlukan Untuk memahami bagaimana hubungan Antara Kesejajaran mental dan hasil akademis bervariasi Di kelompok siswa yang berbeda, seperti tingkat pendapatan dan ras.

Informasi yang diperoleh dapat membantu sekolah Untuk merancang penanganan yang lebih efektif dan mendukung Kesejajaran siswa.

(twu/twu)

Artikel ini disadur –> Detiknews.id Indonesia: Siswa Sering Absen-Nilai Rendah Cenderung Alami Masalah Kesejajaran Mental