Mahasiswa Protes ‘Indonesia Gelap’, Pakar Fisipol UGM Bilang Begini



Jakarta

Massa Protes Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) yang menuntut pemerintah Ke Senin (17/2/2025) lalu, menuai berbagai respons. Protes Di tajuk ‘Indonesia Gelap’ ramai ditulis dan dilantangkan.

Ke Di melakukan Protes, mahasiswa membacakan 13 Keinginan kepada pemerintah, Di antaranya pembatalan pemangkasan Dana Pembelajaran, realisasikan tunjangan kinerja dosen, hingga evaluasi Inisiatif makan siang bergizi (MBG).

Dosen Inisiatif Studi Manajemen Keputusan Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisipol) Universitas Gadjah Mada (UGM), Dr Subarsono, MSi, MA, mengatakan Protes yang dilakukan mahasiswa menjadi tanda hidupnya Sistem Pemerintahan.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Terlebih, Keinginan yang disampaikan mahasiswa Untuk Pemerintah RI merupakan Permasalahan terkini.

“Secara general Protes mahasiswa adalah baik Untuk rangka menghidupkan Sistem Pemerintahan terutama kebebasan berpendapat. Keinginan yang diminta Di mahasiswa juga merupakan Permasalahan Terkini,” katanya kepada detikEdu, Selasa (18/2/2025).

Subarsono memberi sedikit catatan, Keinginan yang ditujukan Di pemerintah bisa agar bisa lebih spesifik lagi. Contohnya, bisa fokus Ke situasi tertentu, apakah Pembelajaran atau Kesejaganan, dan seterusnya.

“Sebaiknya mahasiswa fokus Ke situasi apa, apakah situasi politik, ekonomi, Kesejaganan, Pembelajaran atau yang lain agar pemerintah Untuk Situasi Ini Pemimpin Negara Di para Menterinya bisa merespons Di cepat,” imbuhnya.

Apresiasi kepada Mahasiswa yang Memikirkan Tenaga Pendidik

Salah satu Keinginan yang disorot yakni soal tunjangan kinerja (tukin) dosen yang belum dibayarkan pemerintah Di 5 tahun.

Untuk Subarsono, Keinginan yang dilakukan mahasiswa ini menjadi bukti perhatian generasi muda Akansegera tenaga pendidik Di Indonesia.

“Untuk Keinginan agar pemerintah mencairkan tunjangan kinerja (Tukin) dosen dan tenaga pendidik, sangat saya apresiasi Sebab para mahasiswa Memiliki empati Pada persoalan yang dihadapi para dosennya,” ujarnya.

Ia juga menyinggung, Di ini sebagian besar para dosen diam dan sungkan mengajukan Keinginan tersebut Ke pemerintah, meski suara-suara sudah mulai muncul, seperti Protes Di para Dosen Fisipol UGM empat hari lalu.

“Untuk persoalan ini, saya pikir sudah sewajarnya kementerian Pembelajaran Tinggi, Sains dan Ilmu Pengetahuan segera meresponsnya, Sebab para dosen adalah ujung tombak Pembelajaran tinggi,” ucap Subarsono.

Desak Pemerintah Evaluasi Inisiatif Makan Bergizi Gratis

Soal desakan Untuk Menimbang total pelaksanaan Inisiatif makan bergizi gratis (MBG), Subarsono berpendapat hal tersebut merupakan rasional, mengingat Kebugaran ekonomi Di ini.

Tetapi, lanjutnya, Inisiatif MBG kenyataannya adalah janji politik Pemimpin Negara Ke Di Pencalonan Politik. Di Sebab Itu, Akansegera menjadi polemik berlanjut jika Inisiatif dianulir.

“MBG adalah sebuah keputusan politik Sebab berhubungan Di janji politik Bapak Prabowo ketika Pencalonan Politik Pilpres, Supaya tidak mudah Untuk Pemimpin Negara menganulir Inisiatif ini Sebab tentu Akansegera Memperoleh Komentar Di lawan-lawan politiknya,” ungkapnya.

Subarsono menyampaikan rekomendasi Untuk melakukan desain ulang Inisiatif MBG. Salah satu pendistribusian yang tidak dilakukan langsung setiap hari.

“Ada baiknya Inisiatif MBG ini diredesain, misalnya Ke tahun pertama, bisa 3 kali seminggu pemberian MBG, tahun kedua empat kali seminggu, tahun ketiga sd tahun kelima 5 kali seminggu. Keputusan seperti ini merupakan sinergi Di kepentingan politik dan kepentingan ekonomi,” sarannya.

Sorot Pembuatan Perundang-Undangan yang Dilakukan Pemerintah

Sambil Itu, Keinginan yang tak kalah penting, menyoal pembuatan Keputusan publik berbasis Kajian ilmiah.

Menurut Subarsono, Keputusan berbasis Kajian ilmiah adalah keharusan. Meski Ke prakteknya sulit Sebab alasan politik.

“Ke tataran praktek, sulit dilakukan Untuk semua Keputusan Sebab Di alasan politik, atau Bisa Jadi Untuk Kebugaran emergency, suatu Keputusan harus segera dibuat Di pemerintah dan atau bersama Wakil Rakyat,” jelasnya.

“Tetapi Untuk Kebugaran normal, Keputusan yang berbasis Kajian ilmiah adalah suatu keharusan. Di ini kita tahu semua pembuatan Perundang-Undangan atau Perda harus didahului adanya Naskah Akademik atau disebut Kajian Teknokratik,” tuturnya.

(faz/pal)

Artikel ini disadur –> Detiknews.id Indonesia: Mahasiswa Protes ‘Indonesia Gelap’, Pakar Fisipol UGM Bilang Begini